Post by wita on Aug 29, 2003 22:06:13 GMT -5
It's for you, Sirius, wherever you are now.
Rumah kuno yang besar ini masih sama kotornya, gelap dan kusam, persis saat mereka tinggalkan beberapa jam lalu. Namun di mata Remus Lupin, semuanya kini begitu berbeda.
Meja besar di tengah ruang besar itu masih sama. Juga perapian di sudut ruang. Juga foto-foto yang tergantung sepanjang dinding masih sering menjeritkan makian kotor. Gorden-gorden yang kotor. Debu dan sarang laba-laba yang lolos dari mata Mrs. Weasley. Sungguh, tak ada satu pun yang berubah.
Lalu mengapa semua tampak begitu berbeda?
Lupin meninggalkan rekan-rekannya anggota the Order of the Phoenix, memasuki salah satu kamar untuk beristirahat. Dia menghempaskan diri di atas ranjang yang kemarin masih ditempati Sirius, mencoba tidur.
Tubuhnya menuntut istirahat. Dia merasa lelah, pedih dan kosong. Bukan karena pertarungan yang baru dilewatinya. Kekosongan yang nyata dalam kamar itulah yang menikam dadanya. Lukanya menyebar bagai infeksi, menghadirkan kekosongan yang sama di hatinya.
Celah hampa itu tak akan pernah terisi lagi. Sebab orang yang seharusnya ada di sini bersamanya, tak akan pernah kembali dari pertempuran terakhirnya.
Lupin mengenang pembicaraan mereka yang terakhir. Baru beberapa jam yang lalu.
"Dan kusarankan Black untuk tetap di sini dan menanti kedatangan Prof. Dumbledore. Aku akan menghubungi beliau," desis Snape saat muncul menginformasikan kepergian Harry.
"Tidak! Aku akan pergi, tidak peduli apa yang kau katakan," kata Sirius tajam.
"Dia benar, Sirius. Kau harus tinggal," saran Lupin.
"Aku tak percaya kau akan menyarankan ini padaku, Remus. Kau, yang tahu benar, betapa perasaanku pada Harry," protes Sirius.
"Aku tahu perasaanmu. Tapi berpikirlah. Ini demi keselamatanmu. Biarlah kami yang akan menyelamatkan Harry," sahut Lupin dengan suara lunak.
"Kau pikir aku akan tahan duduk diam menunggu di sini sementara aku tahu kalian sedang berjuang menyelamatkan nyawa putra perwalianku? Tidak, Remus. Dia pergi mempertaruhkan nyawanya sejauh itu untuk menyelamatkanku. Dia begitu nekad melakukan semua sendiri tanpa mempedulikan keselamatannya sebab dia mengira aku dalam bahaya maut. Kau pikir aku tak akan melakukan hal yang sama untuknya? Duduk saja di sini, padahal aku tahu dia dalam bahaya? Ayah wali macam apa aku ini!" sergah Sirius marah.
"Aku tahu kau bukan orang seperti itu," kata Lupin tenang.
"Oh ya? Lalu bagaimana kalau memang terjadi sesuatu pada Harry? Pada saat aku hanya duduk diam padahal aku punya kesempatan menyelamatkannya? Oh, betapa menyesalnya aku jika itu terjadi. Kau ingin melihat aku menyesali itu sepanjang hidupku?"
Lupin menghela nafas panjang. Matanya mengerling rekan-rekannya yang lain.
"Dia benar," kata Tonks. "Dia akan hidup dalam penyesalan jika sesuatu yang buruk terjadi pada Harry. Dan itu lebih buruk daripada mati."
"Bagaimana jika sesuatu yang tidak kita inginkan justru terjadi padamu? Bagaimana dengan Harry? Tidakkah itu kau pikirkan?" kata Lupin sabar.
Keheningan menggantung di udara. Sirius menyapu rambut panjangnya dengan lambat.
"Dia masih memilikimu, Remus. Aku tahu kau akan menjaganya untuk James dan aku," kata Sirius berat.
Dan Lupin sadar, dia tak akan dapat menahan Sirius. Dia membiarkan Sirius ikut bersama mereka. Sebab dia tahu, kepedihan hati tak akan pernah terobati.
Saat mereka berapparate menuju Kementrian, satu harap terbersit di hatinya. Sirius bukanlah penyihir kelas teri. Dia telah berhasil lolos dari Azkaban tanpa bantuan. Dia pasti akan bisa melewati pertempuran ini.
Dalam pertempuran di Departemen Misteri, dia telah berusaha, agar baik Harry maupun Sirius tidak jauh darinya. Dan sejauh itu, dia berhasil. Harry dan Neville selamat bersamanya. Sirius beberapa meter darinya, berduel dengan sepupunya Bellatrix. Wanita itu telah menelan satu korban, Tonks, keponakannya sendiri, yang kini terkulai di lantai.
Lupin mengeluh. Dia menyesal mengapa waktu itu tidak segera bergerak membantu Sirius. Mestinya dia tahu betapa tangguhnya Bellatrix yang dididik langsung oleh Voldemort sendiri. Mestinya dia tahu bahwa kebencian antar sepupu itu membuat duel bertambah buruk. Mestinya....
Rumah kuno yang besar ini masih sama kotornya, gelap dan kusam, persis saat mereka tinggalkan beberapa jam lalu. Namun di mata Remus Lupin, semuanya kini begitu berbeda.
Meja besar di tengah ruang besar itu masih sama. Juga perapian di sudut ruang. Juga foto-foto yang tergantung sepanjang dinding masih sering menjeritkan makian kotor. Gorden-gorden yang kotor. Debu dan sarang laba-laba yang lolos dari mata Mrs. Weasley. Sungguh, tak ada satu pun yang berubah.
Lalu mengapa semua tampak begitu berbeda?
Lupin meninggalkan rekan-rekannya anggota the Order of the Phoenix, memasuki salah satu kamar untuk beristirahat. Dia menghempaskan diri di atas ranjang yang kemarin masih ditempati Sirius, mencoba tidur.
Tubuhnya menuntut istirahat. Dia merasa lelah, pedih dan kosong. Bukan karena pertarungan yang baru dilewatinya. Kekosongan yang nyata dalam kamar itulah yang menikam dadanya. Lukanya menyebar bagai infeksi, menghadirkan kekosongan yang sama di hatinya.
Celah hampa itu tak akan pernah terisi lagi. Sebab orang yang seharusnya ada di sini bersamanya, tak akan pernah kembali dari pertempuran terakhirnya.
Lupin mengenang pembicaraan mereka yang terakhir. Baru beberapa jam yang lalu.
"Dan kusarankan Black untuk tetap di sini dan menanti kedatangan Prof. Dumbledore. Aku akan menghubungi beliau," desis Snape saat muncul menginformasikan kepergian Harry.
"Tidak! Aku akan pergi, tidak peduli apa yang kau katakan," kata Sirius tajam.
"Dia benar, Sirius. Kau harus tinggal," saran Lupin.
"Aku tak percaya kau akan menyarankan ini padaku, Remus. Kau, yang tahu benar, betapa perasaanku pada Harry," protes Sirius.
"Aku tahu perasaanmu. Tapi berpikirlah. Ini demi keselamatanmu. Biarlah kami yang akan menyelamatkan Harry," sahut Lupin dengan suara lunak.
"Kau pikir aku akan tahan duduk diam menunggu di sini sementara aku tahu kalian sedang berjuang menyelamatkan nyawa putra perwalianku? Tidak, Remus. Dia pergi mempertaruhkan nyawanya sejauh itu untuk menyelamatkanku. Dia begitu nekad melakukan semua sendiri tanpa mempedulikan keselamatannya sebab dia mengira aku dalam bahaya maut. Kau pikir aku tak akan melakukan hal yang sama untuknya? Duduk saja di sini, padahal aku tahu dia dalam bahaya? Ayah wali macam apa aku ini!" sergah Sirius marah.
"Aku tahu kau bukan orang seperti itu," kata Lupin tenang.
"Oh ya? Lalu bagaimana kalau memang terjadi sesuatu pada Harry? Pada saat aku hanya duduk diam padahal aku punya kesempatan menyelamatkannya? Oh, betapa menyesalnya aku jika itu terjadi. Kau ingin melihat aku menyesali itu sepanjang hidupku?"
Lupin menghela nafas panjang. Matanya mengerling rekan-rekannya yang lain.
"Dia benar," kata Tonks. "Dia akan hidup dalam penyesalan jika sesuatu yang buruk terjadi pada Harry. Dan itu lebih buruk daripada mati."
"Bagaimana jika sesuatu yang tidak kita inginkan justru terjadi padamu? Bagaimana dengan Harry? Tidakkah itu kau pikirkan?" kata Lupin sabar.
Keheningan menggantung di udara. Sirius menyapu rambut panjangnya dengan lambat.
"Dia masih memilikimu, Remus. Aku tahu kau akan menjaganya untuk James dan aku," kata Sirius berat.
Dan Lupin sadar, dia tak akan dapat menahan Sirius. Dia membiarkan Sirius ikut bersama mereka. Sebab dia tahu, kepedihan hati tak akan pernah terobati.
Saat mereka berapparate menuju Kementrian, satu harap terbersit di hatinya. Sirius bukanlah penyihir kelas teri. Dia telah berhasil lolos dari Azkaban tanpa bantuan. Dia pasti akan bisa melewati pertempuran ini.
Dalam pertempuran di Departemen Misteri, dia telah berusaha, agar baik Harry maupun Sirius tidak jauh darinya. Dan sejauh itu, dia berhasil. Harry dan Neville selamat bersamanya. Sirius beberapa meter darinya, berduel dengan sepupunya Bellatrix. Wanita itu telah menelan satu korban, Tonks, keponakannya sendiri, yang kini terkulai di lantai.
Lupin mengeluh. Dia menyesal mengapa waktu itu tidak segera bergerak membantu Sirius. Mestinya dia tahu betapa tangguhnya Bellatrix yang dididik langsung oleh Voldemort sendiri. Mestinya dia tahu bahwa kebencian antar sepupu itu membuat duel bertambah buruk. Mestinya....